PENULISAN KARANGAN
1.      Pengertian Mengarang dan Karangan
Sebelum merumuskan pengertian  karangan, perlu dipahami terlebih dahulu makna kata mengarang, sebab dari kegiatan yang disebut mengarang itulah dihasilkan suatu karangan. Mengarang berarti ‘menyusun’ atau ‘merangkai’.  

Pada awalnya kata merangkai tidak berkaitan dengan kegiatan menulis. Cakupan makna kata merangkai mula-mula terbatas pada pekerjaan yang berhubungan dengan benda konkret seperti merangkai bunga atau merangkai benda lain. Sejalan dengan kemajuan komunikasi dan bahasa, lama-kelamaan timbul istilah merangkai kata. Lalu berlanjut dengan istilah merangkai kalimat, kemudian jadilah apa yang disebut pekerjaan mengarang. Orang yang merangkai atau menyusun kata, kalimat, dan alinea tidak disebut perangkai, tetapi penyusun atau pengarang untuk membedakannya misalnya dengan perangkai bunga. Mengingat karangan tertulis juga disebut tulisan, kemudian timbullah sebutan penulis uuntuk orang yang menulis suatu karangan.

Menurut penulis Widyamartanya dan Sudiarti, mengarang adalah “keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami.”

Adapun pengertian karangan menurut hemat penulis buku ini adalah hasil penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan. Setiap karangan yang ideal pada prinsipnya merupakan uraian yang lebih tinggi atau lebih luas dari alinea.

2.      Penggolongan Karangan menurut Bobot Isinya
2.1 Karangan Ilmiah, Semiilmiah, dan Nonilmiah
Berdasarkan bobot isinya, karangan dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu   
(1) karangan ilmiah,     
(2) karangan semiilmiah atau ilmiah populer, dan           
(3) karangan nonilmiah atau tidak ilmiah.
Ketiga jenis karangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Karangan ilmiah memiliki aturan baku dan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut metode dan penggunaan bahasa. Kebalikan dari karangan ilmiah adalah karangan nonilmiah, yaitu karangan yang tidak terikat pada aturan baku tadi; sedangkan karangan semiilmiah berada di antara karangan ilmiah dan karangan nonilmiah *) berada diantara keduanya (lihat gambar posisi karangan semi ilmiah dibawah ini)

Karangan Semiilmiah
                                                                                

Karangan Ilmiah                                                                                                    Karangan Nonilmiah



Antara karangan ilmiah dan karangan populer tidak banyak perbedaan yang mendasar. Perbedaan yang paling jelas hanya pada pemakain bahasa, struktur, dan kodifikasi karangan. Dalam karangan ilmiah digunakan kosakata yang khusus berlaku di bidang ilmu tertentu. Dalam karangan ilmiah popular bahasa yang terlalu teknis tersebut terkadang dihindari. Sebagai gantinya diigunakan kata atau istilah yang umum. Jika kita perhatikan dari segi sistematika penulisan, karangan ilmiah menaati kaidah konvensi penulisan secara ketat dan sistematis, sedangkan karangan ilmiah  populer agak longgar, meskipun tetap sistematis. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut ini.

------------------------------
*) Beberapa karangan semiilmiah sepeti artilkel, laporan, opini, dapat menjadi karangan ilmiah bila memenuhi kriteria karangan ilmiah
Karangan
Karangan Ilmiah
Karangan Semiilmiah
Karangan Nonilmiah
Sumber  
Pengamatan, Faktual
Pengamatan Nonfaktual
Nonfaktual ( rekaan )
Sifat  
Objektif
Objektif + Subjektif
Subjektif
Alur  
Sistematis, Metodis
Sistematis, Kronologis, Kilasbalik (Flashback)
Bebas
Bahasa  
Denotatif, Ragam baku, istilah khusus
(denotatif++konotatif)
Semifomal
Denotatif/konotatif,semiformal/informal/istilah umum/daerah
Bentuk  
Argumentasi, Campuran
Eksposisi, Persuasi, Deskripsi, Campuran
Narasi, Deskripsi, Campuran


2.2  Ciri Karangan Ilmiahh dan Semiilmiah

Sebelum merinci ciri karangan ilmiah dan semiilmiah, ada baiknya jika dipahami terlebih dahulu batasan kedua jenis karangan tersebut. Karangan ilmiah adalah tulisan yang berisi argumentasi penalaran keilmuan yang dikomunikasikan lewat bahasa tulis yang formal dengan sistematis-metodis, dan sistematis-analitis. Menurut penulis Suriasumatri, karangan semiilmiah adalah “tulisan yang berisi informasi faktual yang diungkapkan ddengan bahasa semiformal, namun tidak tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintetis-analitis karena sering (dibumbui) opini pengarang yang terkadang subjektif.

Ciri karangan ilmiah ada tiga. Pertama, karangan ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif berarti faktanya sesuai denngan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikkan dengan pengamatan atau empiri. Objektif juga mengandung pengertian adanya sikap jujur dan tidak memihak, serta memakai ukuran umum dalam menilai sesuatu, bukan ukuran yang subjektif (selera perseorangan). Karangan ilmiah harus dapat dibuktikan melalui eksperimen bahwa dengan kondisi dan metode yang sama, para peneliti yang berbeda akan memperoleh hasil yang sama seperti yang dicapai oleh para penelliti pendahulunya.
Kedua, karangan ilmiah bersifat metodis dan sisitematis. Artinya, teknik penulisannya menggunakan cara tertentu dengan langkah-langkah teknis yang teratur (sistematis) dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah, pembahasan (analisis), sampai penarikan simpulan.
Ketiga, bahasa karangan ilmiah selalu menggunaka laras ilmiah. Laras ilmiah harus baku dan formal. Selain itu, laras ilmiah bersifat lugas agar tidak menimbulkan penafsiran dan makna ganda (ambigu). Ciri lain laras ilmiah adalah menggunakan istilah spesifik yang berlaku  khusus dalam disiplin ilmu tertentu.

Selain persyaratan kebahasaan, sebuah karangan ilmiah menuntut adanya persyaratan material dan persyarataan formal. Persyaratan material mencakup adanya topik yang dibicarakan, tema yang menjadi tujuan atau sasaran penulisan, alinea yang merangkaikan pokok-pokok pembicaraan, serta kalimat-kalimat yang mengungkapkan dan mengembangkan pokok-pokok pembicaraan. Adapun yang dimaksud dengan formal adalah tata benntuk karangan.

Tata bentuk karangan mencakup tiga bagian karangan, yaitu
(1)    halaman-halaman awal (preliminaries) yang meliputi judul, kata pengantar, aneka daftar (daftarisi, daftar table/bagan/lampiran);
(2)    isi utama (main body) yang meliputi pendahuluan, isi, penutup, dan
(3)    halaman-halaman akhir (reference matter) yang melipuuti daftar pustaka, lampiran, dan biodata penulis.     

Dalam karangan ilmiah popular bagian preliminaries tidak ada. Bagian awal karangan ilmiah popular langsung memasuki bagian isi. Seperti halnya karangan ilmiah murni, karangan ilmiah popular boleh memakai kutipan, catatan kaki, daftar pustaka.

Untuk menyajikan suatu topik, seorang penulis akan menggunakan cara atau teknik tertentu yang disesuaikan dengan pokok bahasan dan tujuan yang hendak dicapainya. Dengan kata lain, terdapat  beberapa jenis karangan ditinjau dari cara penyajian dan tujuan penulisan.


3.      Penggolongan Karangan menurut Cara Penyajian dan Tujuan Penulisan
Berdasarkan penyajian dan tujuan penulisannya, karangan dapat dibedakan atas enam jenis, yaitu;
(1)               Deskripsi (perian)
(2)               Narasi (kisahan)
(3)               Eksposisi (paparan)
(4)               Argumentasi (bahasan)
(5)               Persuasi (ajakan)
(6)               Campuran/kombinasi

Berdasarkan penggolongan jenis karangan diatas, cerita disebut narasi, berita disebut eksposisi, dan selebaran disebut persuasi. Ketiga jenis karangan itu dapat tampil 100% murni berdiri sendiri menyandang namanya masing-masing tanpa diinterupsi oleh jenis karangan lain.

Karangan deskripsi dan argumentasi boleh dikatakan sering tampil tidak murni. Penyebabnya adalah deskripsi berisi perian atau pelukisan suatu atau beberapa benda – umumnya secara detail – sedemikian rupa sehingga benda itu tervisualisasikan dalam bentuk pembaca. Biasanya informasi yang tergambar dianalisis untuk berbagai tujuan.

Situasi yang sama juga terjadi dalam menulis karangan argumentasi. sebelum membahas argumen, ada bagian karangan berisi  data (deskripsi) dan teori yang disajikan lebih dahulu. Berarti, argumentasi hamper mustahil tampir bersiri sendiri sebagai karangan murni. Karangan ilmiah yang umumnya berupa argumentasi atau eksposisi itu kadang-kadang ditunjang oleh deskripsi, bahkan narasi, sehigga wujud karangan ilmiah itu merupakan campuran dua atau tiga jenis karangan.

Dari uraian diatas dapat ditarik simpulan; ada tiga jenis karangan (narasi, eksposisi, dan persuasi) yang sering tampil murni berdiri sendiri. Dua jenis yang lain (deskripsi dan argumentasi) sering ikut serta dalam karangan lain atau mengikuti sertakan karangan lain menjadi pendukung.

3.1 Karangan Deskripsi
                  Pengertian karangan deskripsi merupakan karangan yang lebih menonjolkan aspek pelukisan sebuah benda sebagaimana adanya. Hal ini sesuai dengan asal katanya, yaitu describere (bhs. Latin) yang berarti `menulis tentang, membeberkan (memberikan), melukiskan sesuatu hal.

Seorang penulis deskripsi harus memiliki kata yang tepat sesuai dengan gambaran objek yang sebenarnya sehingga melahirkan imajinasi yang hidup dan segan tentang ciri-ciri, sifat-sifat, atau hakikat dari objek yang dideskripsikan itu.
           
Supaya karangan sesuai dengan tujuan penulisnya, diperlukan suatu pendekatan. Pendekatan adalah cara penulis meneropong atua melihat sesuatu yang akan dituliskan. Ada dua pendekatan yang dimaksud, yaitu pendekatan realistis dan pendekatan impresionistis.

1)      Pendekatan Realistis
Dalam pendekatan realisis penulis dituntut memotret hal/benda seobjektif mungkin sesuai dengan keadaan yang dilihatnya. Ia bersikap seperti sebuah kamera yang mampu membuat detail-detail, rincian-rincian secara orisinal, tidak dibuat-buat, dan harus dirasakan oleh pembaca sebagai sesuatu yang wajar.

2)      Pendekatan impresionistis
Impresionistis adalah pendekatan yang berusaha menggambarkkan sesuatu secara subjektif sesuai dengan impresi penulis. Isi tulisan tetap harus memerikan sesuatu, namun cara pengungkapannya boleh dengan gaya atau cara pandangan pribadi penulisnya.

3.2 Karangan Narasi
            Istilah narasi berasal dari narration = bercerita. Karangan narasi adalah suatu bentuk yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu.
           

Dari segi sifatnya karangan narasi dapat dibedakan atas dua macam: (1) narasi ekspositoris/narasi faktual, dan (2) narasi sugestif/narasi berplot. Narasi ekspositoris bertujuan memberikan informasi kepada pembaca agar  pengetahuannya bertambah luas, contohnya kisah perjalanan, otobiografi, kisah perampokan, dan cerita tentang peristiwa pembunuhan. Sedangkan narasi sugestif mampu menyampaikan makna kepada pembaca melalui daya khayal, contohnya novel dan cerpen.

KHALIL GIBRAN
Khalil Gibran lahir di kota Bsharre yang dibanggakan sebagai pengawal Hutan Cedar Suci Lebanon, tempat Raja Sulaeman mengambil kayu untuk membangun kuil di Yerussalem. Ia lahir dari keluarga petani miskin. Ayaknya bernama Khalil bin Gibran dan ibunya bernama Kamila.
Ketika lahir, orang tuanya memberi nama Gibran, sama seperti nama kakek dari ayahnya. Hal ini merupakan kebiasaan orang-orang Libanon pada masa itu. Maka lengkaplah namanya menjadi Gibran Khalil Gibran, yang kemudian lebih dikenal denal dengan Khalil Gibran. Atas anjuran para gurunya di Amerika yang mengagumi kejeniusannya nama yang sekarang sekaligus mengubah letak huruf “h” dari nama yang diberikan orang tuanya.
Kahlil Gibran yang lahir pada 6 Januari 1883, dikenal sangat dekat dengan ibunya. Bahkan guru Gibran yang pertama adalah ibunya sendiri. Dari janda Hanna Abdel Salam inilah mula-mula Gibran mengenal kisahkisah terkenal Arabia dari jaman kalifah Harun Al-Rasyid: Seribu Satu Malam dan Nyanyian-Nyaian Perburuan Abunawas. Ibunya ini pulalah yang menanamkan andil besar dalam membentuk Gibran sebagai penulis dan pelukis dunia.
Sejak Gibran kecil, Kamila, sang ibu sudah berusaha menciptakan lingkungan yang membangkitkan perhatian Gibran pada kegiatan menulis dan melukis dengan memberinya buku-buku cerita serta satu jilid buku kumpulan reproduksi lukisan Leonardo da Vinci. Hal ini boleh jadi karena ibunya seorang yang terpelajar yang menguasai beberapa bahasa Suryani seperti bahasa Perancis dan bahasa INggris.
Karena himpitan ekonomi yang tak tertahankan, maka pada tahun 1895,m Gibran dibawa keluarganya ke Boston, Amerika Serikat. Selama dua setengah tahun Gibran memasuki sekolah negeri di Boston yang dikhususkan bagi anak laki-laki. Selanjutnya ia pindah ke sekolah malam selama setahun untuk memperdalam pengetahuan umumnya.

Untuk biaya pendidikan di sana, saudara tirinya Peter dan ibunya berjuang keras untuk itu. Atas permintaannya sendiri, Gibran dikirim kembali oleh ibunya ke Lebanon untuk mengembangkan bahasa Ibunya. Ia lantas masuk Madrasah al-Hikmat (sekolah filsafat) dari tahun 1898 hingga 1901. Di sekolah ini ia mengikutyi berbagai kuliah antara lain, hukum internasional, musik, kedokteran, dan sejarah agama.
Gibran menamatkan pendidikannya di Madrasah al-Hikmat pada tahun 1901 dalam usia delapan belas tahun dengan mendapat pujian (cumlaode). Sebelumnya yaitu pada tahun 1900, Gibran tercatat sebagai redaktur majalah sastra dan filsafat Al-Hakikat (kebenaran).
Masa kepenyairan Gibran dibagi daalam dua tahap, yaitu tahap pertama dimulai tahun 1905 dengan karya-karya antara lain: Sekilas tentang Seni Musik (Nubdzahfi Fann al-Musiqa, 1905), Puteri-puteri Lembah (Arais al- Muruj, 1906), Jiwa-jiwa Yang Memberontak (Al-Arwah Al-Muttamarridah, 1908), Sayap-sayap Patah (Al-Ajniha’l Muttakassirah, 1910), Air Mata dan Senyum (Dam’ahwa ‘ibtisamah, 1914). Tahap ini disebut tahap kepenyairan Gibran dalam bahasa Arab. Adapun tahap kedua dari tahap kepenyairan dimulai pada tahun 1918 dan disebut sebagai tahap kepenyairan dalam bahasa Inggris. Karya-karyanya antara lain: Si Gila (The Madman, 1918), Sang Nabi (The Prophet, 1923), Pasir dan Buih (Sand and Foam, 1926) dan masih banyak lagi.
Pada akhirnya ia memang tercatat pula berhasil dalam bidang seni  lukis.Malah seorang sahabatnya yaitu Henry de Boufort, memberi komentar atas kemampuannya dalam seni lukis dengan berkata “Dunia pasti mengharap banyak dari penyair, pelukis Lebanon ini, yang sekarang telah menjadi William Blake abad ke-20.
Hari-hari terakhir Gibran dihabiskannya dengan kegiatan menulis dan melukis di sebuah studio “pertapaannya” di New York. Di sini ia hanya ditemani oleh saudara perempuannya yang masih hidup, Mariana.
Gibran meninggal dunia pada tanggal 10 April 1931 karena sakit lever dan paru-paru. Jasad bekunya dibawa pulang ke Lebanon dan dimakamkan di lembah Kadisya.


(Disunting dari “Kahlil Gibran Pantas Dikenang”, tulisan
       Kamser Silitonga, Kompas, 10 April 1993)



3.3 Karangan Eksposisi
            Kata eksposisi berasal dari bahasa Latin yang artinya ‘membuka atau memulai’. Karangan eksposisi merupakan wacana yang bertujuan untuk memberi tahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu. Hasil karangan eksposisi yang berupa informasi dapa kit abaca sehari-hari didalam media massa. Karangan ini bersifat memaparkan sesuatu, eksposisi juga disebut karangan paparan. Ada beberapa contoh karangan eksposisi, yaitu (1) karangan eksposisi berbentuk opini dan (2) karangan eksposisi berbentuk tip.

Contoh karangan eksposisi berbentuk opini

KETIKA KITA KEHILANGAN OPINI

Ada sekawanan burung angsa yang setelah terbang berjam-jam akhirnya turun dan beristirahat disebuah kolam. Disana mereka bersenang-senang memandikan diri. Ketika mereka sedang riuh bermain air, lewatlah seorang manusia. Mereka mulai khawatir dan cemas karena mengenal sifat jahil dan keji manusia yang suka menyiksa dan membunuh binatang.
Manusia yang lewat itu kebetulan memang jahil. Ditangkapnya seekor angsa, kemudian dipotongnya bulu-bulu sayap burung itu, akibatnya ketika kawanan burung itu mulai bersiap-siap akan terbang berarak lagi, tetapi berkali-kali jatuh. Usaha tanpa jera itu sia-sia. Angsa yang lain dengan prihatin menyaksikan dan mencoba memberi semangat dengan terbang berkeliling diatasnya. Itupun sia-sia.
Kawanan burung angsa itu akhirnya kembali turun kekolam dan menunggu. Mereka sebenarnya ingin terus terbang, tetapi mereka menekan keinginan itu. Dengan sabar mereka menunggu berhari-hari sampai sayap yang dirusak manusia itu tumbuh kembali dan cukup panjang untuk membuat angsa yang malang itu bisa terbang kembali.
Manusia yang jahil dan tidak etis itu mengikuti seluruh kejadian. Dia melihat solidaritas sekawanan burung kepada kawan mereka yang malang. Berangsur-angsur manusia itu menjadi sadar. Dia telah belajar etika dari kawanan burung angsa. Maka dengan haru dan lega ia menyaksikan kawanan burung berangkat terbang untuk melanjutkan penjelajahan mereka.
Kisah itu ditulis oleh Albert Schweitzer (1875-1965), filosof dan teologi dari Alsace di Prancis timur. Tokoh itu telah menjadi simbol universal sikap etis, dedikasi, dan pengorbanan demi kesejahtaraan bersama. Dengan kisahnya itu, dia kedengaran bahwa manusia yang menganggap dirinya bermartabat tinggi dan berperikemanusiaan, tebukti masih harus belajar etika dari makkhluk yang menganggap lebih rendah derajatnya.
Kita memang sering melihat semangat serupa dalam kehidupan dunia binatang. Seekor kambing pernah terlihat melelehkan air mata ketika kawanannya disembelih pada Hari Raya Qurban. Seekor anjing berhenti menggonggong dan termenung-menung berbulan-bulan setelah kawan bermainnya tewas tertabrak kendaraan bermotor.
Tentang solidaritas antarbinatang, perhatikan, misalnya, kawanan semut yang beriringan menjalankan tugas bersama. Cermati baik-baik betapa tekun mereka bekerja demi kepentigan bersama. Mereka berjalan beriringan secara runtun, menempuh jarak bermeter-meter, yang menurut ukuran mereka amat jauh. Beberapa diantara mereka mengangkut makanan, mengankut jerami, yang ukurannya lebih besar dari tubuh mereka. Semua itu dibawa untuk kebutuhan bersama.
Bila kita perhatikan lebih teliti lagi, pada jarak-jarak tertentu dalam iring-iringan itu ada semut-semut yang berukuran beberapa kali lebih besar yang lainnya.mungkin mereka itu adalah pemimpinya. Mungkin pula mereka bertugas memastikan kedisiplinan anak buah mereka.
Skenario burung angsa, kambing, anjing, dan semut itu menggambarkan betapa agungnya kebesaran Tuhan yang mengatur dan rutinitas kehidupan makhluk-makhluk sampai yang sekeil-kecilnya. Diluar perkiraan manusia yang menganggap binatang tidak memiliki akal dan perasaan, terbukti mereka itu ditanamkan etika. Mungkinkah etika ditegakkan pada makhluk-makhluk yang tidak memiliki akan dan perasaan?
Manusia yang menganggap diri berakal tinggi dan berperasaan halus kenyataannya malah sering tidak memiliki etika . padahal menurut Schwitzer, tiap manusia harusnya memiliki kesadaran bahwa “saya adalah kehidupan yang ingin hidup diantara kehidupan-kehidupan yang lain juga ingin hidup.” Manusia yang merasa berpikir seharusnya merasa perlu menganggap berfikir seharusnya mereka perlu menanggapi seluruh kehidupan dengan rasa hormat, seperti dia menghormati kehidupannya sendiri.
Dari sundut pandang itu, berbuat “baik” berarti mempertahankan kehidupan, melanjutkan kehidupan, dan , dan membawa kehidupan supaya dapat berkembang sampai mencapai nilainnya yang tertinggi. Berbuat “jahat” berarti menghancurkan kehidupan, menyakiti kehidupan, dan menekan kehidupan sehingga tidak bisa berkembang. Inilah prinsip dasar etika yang rasional dan universal. Intinya, manusia dianggap memiliki etika bila dia menganggap kehidupan ini sakral, baik kehidupan manusia maupun kehidupan makhluk-makhluk lain yang ada dibumi.
Hubungan yang etis antar manusia tidak berdiri sendiri, tetapi bagian dari konsep yang lebih besar. Gagasan atau ide untuk menghormati martabat kehidupan ada dalam semua hal yang mengekspresikan kasih sayang yang, kerelaan untuk memudahkan diri untuk mau mengerti, untuk bersedia berbagi kegembiraan dan berjuang bersama demi kebaikan bersama. Kita harus mampu membebaskan diri dari eksistensi yang tanpa aturan.
Ada kalanya kita memang menjadi korban hukum yang bengis dan misterius yang menetapkan bahwa kita dapat mempertahankan kehidupan hanya dengan cara mengorbankan kehidupan lain. Karena kita merusak dan menyakiti kehidupan lainitulah timbul rasa bersalah dalam diri kita. Maka sebagai umat manusia yang etis, kita harus terus menerus berusaha melanjutkan diri dari keinginan merusak dan menyakiti. Kita harus menunjukkan sikap esensial kehidupan, yakni mengupayakan agar penderitaan hapus dari muka bumi.
Jadi, sementara dunia modern yang tidak berfikir ppanjang berjalan mondar-mandir memamerkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan kekuasaan, kita pantas bertanya dengan kemajuan ilmu pengetahuan setinggi itu manusia sebenarnya bisa memenuhi seluruh kebutuhan masyarakatnya. Kenyataannya mengapa tidak. Ketimpang antarnegara dan ketimpanga antarmanusia dalam satu negara begitu besar. Padahal sebenarnya tujuan pokok kita dengan kemajuan ilmu pengetahuan adalah pemecahan kebutuhan dan penyempurnaan manusia secara spritual dan etika.
Harus ada peradaban baru yang etikal. Harus ada renaissance baru kelahiran baru, yang dapat membantu manusia melepaskan diri dari situasi yang memprihatinkan ini. Hanya denga cara itu kita dapat diselamatkan dari kekacauan akibat hilangnya etika, seperti yang sedang kita alami sekarang ini.


(disunting dari Toeti Adhitama, “Ketika Kita Hilang Etika,”
Media Indonesia, 1 juni 2002)



3.4 Karangan Argumentasi
                        Tujuan utama karangan argumentasi adalah untuk meyakinkan pembaca agar menerima atau mengambil suatu dokrin, sikap, dan tingkah laku tertentu. Syarat utama untuk menulis karangan argumentasi adalah penulisnya harus terampil dalam bernalar dan menyusun ide yang logis. Karangan argumentasi memiliki ciri;
1)      Mengemukakan alasan atau bantahan sedemikian rupa dengan tujuan mempengaruhi keyakinan pembaca agar menyetujuinya;
2)      Mengusahakan pemecahan suatu masalah; dan
3)      Mendiskusikan suau persoalan tanpa perlu mencapai suatu penyelesaian.


Contoh karangan argumentasi
PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DAN PBL PLUS
Korupsi sudah diakui sebagai kejahatan luar biasa dan penyakit paling membahayakan bagi Indonesia. Bersama kolusi dan nepotisme, korupsi bahkan secara tepat ditempatkan sebagai akar dari semua masalah bangsa (Kwik, 2004).
Masalahnya, hingga kini tidak tampak adanya kesadaran publik tentang KKN sebagai akar masalah bangsa tersebut. KKN hanya dipahami sebagai salah satu saja dari sekian banyak masalah bangsa. Padahal, seandainya kesadaran ini timbul pada critical mass secara metodis, efek bola saljunya akan membawa perubahan signifikan bagi pencepatan pencapaian tujuan konstitusional bangsa.
Salah satu faktor penting bagi muncul tidaknya kesadaran publik adalah tersedianya publikasi informasi yang memadai, baik dalam hal substansi, pengemasan, maupun penyampaiannya. Secara substansial, kesadaran publik tentang KKN sebagai akar masalah terkamuflase oleh banyak masalah lain yang-?karena kemasan dan penyampaian publiknya--tampak lebih atau sama penting. Mungkin ini suatu kesengajaan karena pertimbangan lain atau sekadar ketiadaan pengetahuan. Yang patut diindahkan adalah kedua kemungkinan ini merugikan warga bangsa.
Pemahaman yang tepat dan metodis mengenai akar masalah itu, oleh seluruh anak bangsa, merupakan langkah strategis untuk membebaskan Indonesia dari korupsi serta mengatasi banyak masalah di ujung-ujung lain dari akarnya. Langkah strategis ini, yang semula di dalam ranah kognitif, perlu dikemas dalam sistem perubahan perilaku positif yang terencana yakni pendidikan antikorupsi, yang ditujukan bagi seluruh generasi anak bangsa, dengan mahasiswa sebagai prioritas.
Pendidikan antikorupsi yang dimaksud adalah cara berpikir dengan dua komponen pokok sebagai kesatuan. Pertama, cara berpikir yang berangkat dari masalah nyata yang dihadapi bangsa dalam skala besar ataupun kecil. Kedua, cara (methodos) berpikir yang menelusuri masalah dari pucuknya hingga didapat akar penyebab. Dengan penelusuran akar penyebab, analisis metodis seperti ini akan sampai pada solusi yang mengakar atau mendasar.
PBL
Untuk memenuhi maksud tersebut dibutuhkan metode pembelajaran yang sesuai. Metode pembelajaran yang dipicu dengan masalah faktual dan kontekstual dalam realitas kehidupan nyata, atau disimulasikan, dikenal sebagai PBL (problem-based learning) atau pembelajaran berdasarkan masalah. PBL semula dikembangkan di Kanada dan AS sejak 30 tahun lalu dalam pembelajaran ilmu kedokteran dan lalu keperawatan.
PBL dengan beberapa variannya lalu diterapkan pada pembelajaran banyak bidang ilmu lainnya. Lima tahun terakhir, perguruan tinggi di Indonesia dilanda demam PBL. Banyak website perguruan tinggi 'mengiming-imingkan' penggunaan metode PBL. Ada kesan, seakan-akan dengan menggunakan PBL ini, kualitas pembelajaran dan, akhirnya, kualitas lulusannya dijamin meningkat secara berarti. Padahal, efektivitas metode ini hingga kini masih terus dan harus dikaji.
Jika mengingat pengetahuan terkonstruksi dalam konteks dan habitus tertentu, penerapan PBL di luar itu perlu cermat memperhatikan kesesuaian epistemologi dan efektivitas pada kelompok ilmu lain. Namun, pesona PBL tampaknya demikian kuat sehingga PTN seperti UI pun menerapkan PBL pada mata kuliah pengembangan kepribadian terintegrasi (MPKT) bagi seluruh mahasiswa baru pada semester pertama. Masalahnya, kasus yang digunakan sebagai pemicu hampir semuanya adalah masalah sosial dan humaniora, seperti krisis pangan dan energi, UN dan kualitas pendidikan, kerusakan lingkungan, dsb.
Masalah ontologis dan epistemologis dari PBL yang dikembangkan pada disiplin ilmu kedokteran itu dapat diidentifikasi, yakni penyakit medis baru terus muncul dan sangat beragam sedangkan penyakit kepribadian manusia sejak dulu hingga kini pada dasarnya relatif sama (ketidakjujuran dan turunannya). Pengetahuan yang terkonstruksi dalam ilmu kedokteran, dengan demikian, berbeda dari ilmu sosial dan humaniora. PBL yang diterapkan untuk disiplin sosial dan humaniora tampak tidak mencermati hal ini.
PBL 'asli' yang dikembangkan ilmu kedokteran menyimpan asumsi dan nilai aksiologis yang tidak semuanya tersurat sebab sudah dihayati dokter dan dokter-pengajar. Dalam menghadapi penyakit dan pasien, kesembuhan menjadi tuntunan dan tuntutan deontologis atau perintah mutlak bagi dokter dan ilmu kedokteran. Yang harus ditindak tuntas adalah sebab, bukan gejala penyakit.
Inilah yang agaknya berbeda pada kelompok ilmu dan ilmuwan lainnya terutama sosial dan humaniora. Akibatnya, ketika PBL diterapkan pada kelompok ini tidak dicapai ketuntasan dalam pemahaman masalah, analisis, dan tentu saja solusi dasarnya. Bobot MPKT yang 6 SKS, ditambah buku ajar yang tidak disunting isi dan bahasanya, terasa agak mubazir untuk mencapai tujuannya.
PBL plus
Masalah sosial dan humaniora sesungguhnya bisa disikapi serupa meniru dokter dan ilmu kedokteran. Tentu dengan lebih dulu menandai apa yang tidak tersurat itu, terutama yakni wujud metodologinya. Dibutuhkan metode yang dapat menelusuri akar penyebab masalah. Pada kelompok ilmu eksakta (hard sciences) lazim digunakan root cause analysis dan juga diagram tulang ikan (diperkenalkan oleh Kaoru Ishikawa pada 1960-an).
Untuk masalah sosial dan humaniora bisa digunakan metode analisis akar masalah dan solusinya (MAAMS), yang mencari sebab-dari-sebab sekaligus berpikir out of the box. Pengalaman mempraktikkan MAAMS di kelas ilmu sosial dasar sejak pertengahan 1990-an menunjukkan mahasiswa mampu memahami secara metodis bahwa banyak masalah sosial berakar pada korupsi (harta, takhta, cinta asmara, dan gabungannya) dan mengajukan solusi dasarnya. Maraknya korupsi pada bangsa ini merupakan indikasi banyaknya keterbelahan kepribadian.
PBL Plus, yakni MAAMS, dapat digunakan sebagai metode dan pendekatan pendidikan antikorupsi atau pendidikan kepribadian terintegrasi, baik melalui collaborative learning maupun individual learning. Konsistensi penguasaan kognitif tentang antikorupsi dengan sikap dan perilaku (terintegrasi), pada individu maupun sistem, merupakan modal pencepatan pencapaian tujuan konstitusional bangsa.
(Sumber: Ari Harsono P., Media Indonesia, 6 Agustus 2008)

3.5 Karangan Persuasi
Dalam bahasa Inggris kata to persuade berarti ‘membujuk’ atau ‘meyakinkan.’ Bentuk nominanya adalah persuation yang kemudian menjadi kata pungut bahasa Indonesia: persuasi.
Karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan membuat pembaca percaya, yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang dikomunikasikan yang mungkin berupa fakta, suatu pendirian umum, suatu pendapat/gagasan ataupun perasaan seseorang. Dalam karangan persuasi, fakta-fakta yang relevan dan jelas harus diuraiankan sedemikian rupa sehingga kesimpulannya dapat diterima secara meyakinkan. Disamping itu, dalam menulis karangan persuasi harus pula diperhatikan dalam penggunaan diksi berpengaruh kuat terhadap emosi atau perasaan pembaca. Ada beberapa macam persuasi yaitu:

1)      Persuasi Politik
Persuasi politik dipakai dalam bidang politik oleh orang-orang yang berkecimpungan dalam bidang politik dan kenegaraan. Contoh persuasi politik
BILA SI MPR HANYA BAGI-BAGI KEKUASAAN RENDRA DAN EEP SERUKAN PEMBANGKANGAN
Setiap orang indonesia yang sadar hak-haknya haruslah siap melakukan gerakan pembanggkangan warga negara. Itu perlu, terutama bila agenda nasional berupa Sidang Istimewa (SI) MPR mendatang ini akhirnya hanya merupakan forum konstitusional bagi para elit politik untuk berbagi kesuasaan antar mereka hingga melupakan kepentingan umum masyarakat.
Dramawan W.S. Rendra bersama pengamat politik Eep Saefullah Fatah disertai sejumlah praktisi ekonomi dan seniman dengan lantang menyerukan itu dalam sebuah konfrensi pers di Kantor Dewan Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis(19/7) siang.
Seruan agar masyarakat melakukan pembanggkangan warga negara ini, kata Eep dan Rendra, diungkap sebagai wujud keprihatinan mereka sebagai warga negara atas terjadinya arus utama politik dan ekonomi yang terus menerus menempatkan rakyat sebagai korbannya.
Pembangkangan warga negara diperlukan, demikian argumen Eep terutama bila proses transisi ke arah demokrasi sudah menjadi makin elitis dan mengarah pada pembajakan demokrasi oleh kekuatan maupun pikiran yang berpihak pada otoritarianisme.
Menurut Eep, hal inilah yang kini membayangi proses transisi yang tengah bergulir di negara ini, terutama jika menyaksikan si MPR yang kini telah dipersiapkan tak lebih sebagai arena pertaruhan politik kanak-kanak. Perhelatan mahal ini dibuat demi upaya bisa melakukan pergantian kekuaasan. “Sementara agenda mendasar yang perlu dikerjakan bisa membuat rakyat bisa keluar dari krisis ekonomi yang mencekik dan krisis politik yang memuakkan, justru diabaikan”, jelas Eep.
Lebih menyedihkan lagi,tambahnya,ketika arus politik dan ekonomi yang telah menempatkan rakyat sebagai korbannya ini seolah-olah hanya dilawan oleh pembangkangan militer dan polisi. Citra yang terbangun oleh pemberitaan pers bahkan telah menempatkan parlemen-parlemen seolah-olah sebagai pahlawan yang ingin melawan arus itu.”Padahal, sesungguhnya jutru DPR-lah yang telah ikut mengalirkannya,” ujar mahasiswa Ohaio State University,AS ini.
W.S Rendra menambahkan, gerakan ini jauh dari sikap anarkis. Gerakan ini ibarat sebuah obat mujarap yang mampu mengobati kelesuan jiwa agar mampu merebut masa depan yang baik. Karena itu, ia berpendapat perlu dibangun konsolidasi antar sesama warga negara dan aturan-aturan main yang demokratis. “Dari perspektif kebudayaan, situasi sekarang ini menjadi tidak menentu akibat tidak adanya aturan-aturan yang benar. Apalagi rakyat sering dianggap sebagai massa bukan lagi insan manusia yang juga warga negara”, jelas tokoh pendiri Bengkel Teater ini berapi-api.
Penggiat seni, Edi Haryono, yang membaca naskah “Seruan bagi Gerakan Pembangkitan Warga Negara”, menyebutkan, proses sosial, ekonomi, dan politik sekarang ini berjalan ditengah ketiadaan aturan main bernegara yang demokratis telah membiarkan tatanan hidup bernegara dikelola dipolitika dan ekonomi telah membiarkan tatanan hidup bernegara dikelola di atas aturan main yang compang-camping, tidak utuh dan belum demokratis.
(Kompas,26 Juli 2001)
2)      Persuasi Pendidikan
Persuasi pendidikan dipakai oleh orang-orang yang berkecimpungan dalam bidang pendidikan dan digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Contoh kalimat persuasi pendidikan.
KERAPIAN BERBAHASA BERKOLERASI DENGAN KECERMATAN PENALARAN
Keterampilan berbahasa perlu diposisikan berbanding sejajar dengan kerapian berbahasa. Artinya, kepiawaian berbahasa seseorang harus didukung bahkan ditentukan oleh kerapian atau keapikan bahasa yang digunakannya.
“Mengenai hal ini ada pandangan yang menyebutkan bahwa kerapian berbahasa sangat berkorelasi dengan kecermatan penalaran,” kata Dr. Hasan Alwi, mantan kepala pusat bahasa, di sela-sela seminar nasional XI Bahasa dan Sastra indonesia, di Denpasar (Bali) yang berlangsung 10-12 juli 2001.
Menurut Hasan Alwi, pemakaian bahasa yang rapi dan dilandasi oleh penalaran yang cermat merupakan syarat mutlak dalam keterampilan berbahasa. Dua hal ini sekaligus akan sangat membantu kemudahan dan kelancaran dalam berkomunikasi. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan perpaduan ideal itu masih jauh dari harapan. Hal ini terlihat dari penggunaan bahasa indonesia-baik tulis maupun lisan- dikalangan masyarakat indonesia yang masih terkesan sembrono, serta mengabaikan prinsip-prinsip dasar bahasa indonesia yang baik dan benar. “Jika ditinjau dari segi kerapian bahasa dan kecermatan bernalar, mutu pemakaian bahasa indonesia yang dihasilkan itu sering sekali membuat para pakar dan pengamat bahasa berkecil hati”. Kata Hasan Alwi.(Kompas, 10 Juli 2001)
3)      Persuasi Advertensi/Iklan
Persuasi iklan dimanfaatkan terutama dalam dunia usaha untuk memperkenalkan suatu barang atau bentuk jasa tertentu. Lewat persuasi iklan ini diharapkan pembaca atau pendengar menjadi kenal, senang, ingin memiliki, berusaha untuk memiliki barang atau memakai jasa yang ditawarkan.Contoh persuasi iklan:

                            PALMER DAN ROLEX, HAKIKAT DARI SUKSES
Arnold Palmer dewasa ini menggebrak dunia usaha dengan kehebatan yang sama dalam permainan golf. Ia penuh keyakinan, gigih dan berani dalam mengambil resiko. Namun dengan perhitungan yang matang.
Palmer melibatkan diri dalam belasan kegiatan usaha di seluruh dunia, yang membuatnya seringkali terbang untuk berbagai pertemuan dan mengemudikan sendiri pesawat jet pribadinya.
Satu dari kegiatan-kegiatan yang paling penting adalah merancang desain dan lanskap padang-padang golf. The Chun Shan yang menjadi padang golf baru pertama di cina sejak tahun 1930-an adalah salah satu contoh yang luar biasa. Di samping itu, nama Arnold Palmer pada pakaian golf, golf clubs, jasa carter angkutan udara, pembangunan real estate, dan banyak lagi.
Di balik senyum yang telah menjadi tokoh televisi. Palmer merupakan seorang pengusaha sukses yang selalu memberikan perhatian sampai ke detail.
Palmer tetap merupakan nama yang diperhitungkan di padang golf yang mampu mempesona penonton maupun pemain handal yang dihadapinya.
Menjaga ketetapan waktu jelas merupakan tugas yang amat penting. Ia mempercayakan pada jam tangan emas Rolex Oyster Day-date.”Bagi saya golf sudah merupakan bagian dari jiwa. Perasaan yang sama kuatnya juga saya alami dengan Rolex, Rolex menjalankan tugasnya dengan sempurna!”
Suatu pujian yang berharga dari orang yang sangat menghargai ketepatan waktu.
(Intisari)
4)      Persuasi Propaganda
Objek yang disampaikan dalam persuasi propaganda adalah informasi. Tentunya bertujuan persuasi propaganda tidak hanya berhenti pada penyebaran informasi saja. Persuasi propaganda sering dipakai dalam kegiatan kampenye biasanya berupa informasi dan ajakan. Contoh persuasi propaganda
PERILAKU MENYAMPAH
Di kota-kota besar, setiap orang mencari kemudahan dalam hidup. Kebiasaan makan, misalnya, di kota besar, restoran fast food cenderung menggunakan kemasan yang terbuat dari plastik atau stirofoam yang sekali pakai langsung buang. Kemasan kue dahulu menggunakan daun pisang yang bisa membusuk, sekarang cenderung menggunakan plastik. Semua itu kebiasaan impor yang bukan budaya indonesia. Budaya indonesia menggunakan kemasan daun pisang atau daun jati.
Sebenarnya volume sampah bisa dikurangi drastis bukan hanya dengan menangani sampah plastik dengan sebaik-baikna atau dengan daur ulang tetapi bagaimana menghindari seminim mungkin perilaku menyampah. Hanya kekuatan konsumen yang bisa menekan produsen mengurangi bahan-bahan yang makin menambah volume sampah.
Semaksimal mungkin semua orang harus mengurangi penggunaan kemasan-kemasan yang kemudian akan menjadi sampah yang tidak bisa hancur. Misalnya, menghindari membeli makanan dan minuman yang menggunakan kemasan plastik, stirofoam, atau kalaupun terpaksa membeli,ambil saja makanannya, kemasannya dikembalikan lagi kepada penjualnya. Rasanya tidak menggunakan kemasan plastik tidak akan mengurangi kenyamanan hidup ini.
3.6 Karangan Campuran
            Selain merupakan murni, misalnya eksposisi atau persuasi, sering diemukan karangan campuran atau kombinasi. Isinya dapat merupakan gabungan eksposisi dengan deskripsi, atau eksposisi dengan argumentasi. Dalam wacana yang lain sering kita temukan narasi berperan sebagai ilustrasi bagi karangan eksposisi atau persuasi. Untuk lebih jelasnya, bacalah contoh karangan berikut ini.


n
a
r
a
s
I


e
k
s
p
o
s
i
s
i


p
e
r
s
u
a
s
i



e
k
s
p
o
s
i
s
i
Berbagai cara menurunkan berat badan saya coba tanpa hasil, hingga pada akhirnya
saya membaca iklan Impression di harian Kompas, Minggu 7 November 1993. Saya seperti mendapat firasat inilah program yang tepat bagi saya.


Dalam waktu kurang dari sebulan, berat badan saya telah berkurang lima kilogram, dan waktu hal ini saya kabarkan pada putrid saya, Maya, yang sekolah di New York, anak saya mengatakan”Ya, program itulah ang saya maksudkan, Mama. Di sini (maksudnya Amerika) juga banyak pengikut program tersebut yang berhasil.

Selama mengikuti Program Impression, saya tidak mengalami kesulitan, tidak merasa lapar, tidak ada suntuikan, tidak ada efek sampingan, sangat mudah dan menyenangkan.
Bagi saya, saat ini terasa begitu ceria, muka berseri, tubuh enteng, dan bajubaju lama dapat dipakai kembali, dan banyak teman-teman yang jadi pangling akan penampilan saya.
Tetapi penampilan bukan tujuan utama saya dalam usia hamper setengah abad ini. Program Impression ternyata memulihkan kesehatan saya, tekanan darah menjadi normal kembali rata-rata 120-180, kadar gula dan koleterol normal, pokoknya semua terasa segar dan ringan.

Nyonya Lucia Sutanto, seorang figure tokoh pendidikan dan wiraswasta yang sukses, pendiri dan Ketua Yayasan Santa Lucia yang tidak asing lagi bagi masyarakat ibukota adalah ibu dari tiga orang putra-putri, pembimbing sekitar sepuluh ribu siswa dari bi,bingan belajar, pendidikan computer dan akutansi, bahasa Inggris, sekretaris, dan program pendidikan Magister Managemen, mendapatkan predikan sebagai “KHARISMA PUTRI KEBAYA KARTINI” 94, dan “Citra Eksekutif IN 1994” setelah mengikuti program impression.


KESIMPULAN
Karangan menurut hemat penulis buku ini adalah hasil penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan. Setiap karangan yang ideal pada prinsipnya merupakan uraian yang lebih tinggi atau lebih luas dari alinea. Berdasarkan bobot isinya, karangan dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu karangan ilmiah, karangan semiilmiah atau ilmiah populer dan karangan nonilmiah atau karangan tidak ilmiah.

Ciri karangan ilmiah ada tiga. Pertama, karangan ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif berarti faktanya sesuai denngan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikkan dengan pengamatan atau empiri. Objektif juga mengandung pengertian adanya sikap jujur dan tidak memihak, serta memakai ukuran umum dalam menilai sesuatu, bukan ukuran yang subjektif (selera perseorangan). Karangan ilmiah harus dapat dibuktikan melalui eksperimen bahwa dengan kondisi dan metode yang sama, para peneliti yang berbeda akan memperoleh hasil yang sama seperti yang dicapai oleh para penelliti pendahulunya. Kedua, karangan ilmiah bersifat metodis dan sisitematis. Artinya, teknik penulisannya menggunakan cara tertentu dengan langkah-langkah teknis yang teratur (sistematis) dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah, pembahasan (analisis), sampai penarikan simpulan. Ketiga, bahasa karangan ilmiah selalu menggunaka laras ilmiah. Laras ilmiah harus baku dan formal. Selain itu, laras ilmiah bersifat lugas agar tidak menimbulkan penafsiran dan makna ganda (ambigu). Ciri lain laras ilmiah adalah menggunakan istilah spesifik yang berlaku  khusus dalam disiplin ilmu tertentu.

Penggolongan karangan menurut cara penyajian dan penulisannya dapat dibedakan atas enam jenis, yaitu deskripsi (perian), narasi(kiasan), eksposisi(paparan), argumentasi(bahasan), persuasi(ajakan), dan campuran/kombinasi.





DAFTAR PUSTAKA

Finoza, Lamuddin. September 2010. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi.
Next
Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.

1 komentar:

  1. Grand Circus Hotel Casino & Spa - MapYRO
    The Grand Circus 이천 출장마사지 Hotel Casino & Spa offers casino, poker and poker machines. Click here 수원 출장마사지 for more information and see detailed 군산 출장마사지 driving directions to 보령 출장샵 the 광주광역 출장안마 hotel.

    BalasHapus

 
Law Enforcement © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top